Tulisan ini saya buat berdasarkan pengalaman saya
menggunakan sarana transportasi umum untuk pergi dan pulang kerja dan kuliah. Setiap
hari saya melewati jalan Gunung Sahari menuju arah Senen dengan Mikrolet. Biasanya,
Mikrolet yang saya tumpangi terhenti sementara oleh si lampu merah di dekat
Bank Bukopin (ada yang bisa bantu saya mendeskripsikan lokasi yang lebih
tepat?). Karena ada sesuatu yang membuat saya dan pengguna angkutan umum
(khususnya mikrolet, untuk wacana ini) tidak nyaman, saya pikir saya harus
menceritakan ini.
Saya tidak ingat kapan ini mulai terjadi. Pertama, tadinya,
hanya ada satu atau dua orang berpakaian kaus belel dan jeans robek-robek naik
ke mikrolet yang saya tumpangi, duduk di depan pintu (tempat penumpang naik
turun), berbicara dengan nada yang kurang jelas, lalu meminta-minta uang.
Setelah itu, diberi atau tidak diberi uang, mereka pergi.
Sekarang, muncul segelintir orang yang belum diketahui
asalnya, baik laki-laki dan perempuan remaja dan dewasa maupun anak-anak
terlihat sering nongkrong sambil ngelem di pinggir jalan tersebut, dan
mulai “beraksi” bila lampu lalu lintas menyala merah. Saya lihat mereka juga
melakukan hal serupa dari satu mikrolet ke mikrolet yang lain, tapi tidak ke
pengendara motor atau mobil pribadi. Amit-amit. Jangan sampai terjadi.
Awalnya mereka hanya berbicara komat-kamit dan tidak
berkomentar bila turun dengan tangan hampa. Tetapi, yang saya khawatirkan mulai
terjadi. Kejadian ini hanya salah satu dari yang pernah saya alami.
A = Sebut saja preman (bisa satu orang, dua, tiga, bahkan
lebih)
B = Saya
A = *melompat naik ke pintu* Assalamualaikum, selamat
siang/sore bapak/ibu, kakak-kakak dan adik-adik, tolong luangkan waktu sedikit
saja untuk mendengarkan kami bicara, mohon keikhlasan hatinya untuk memberikan
uang untuk kami, sedikit saja kami hargai bapak/ibu, daripada kami mencopet,
merampok, menjambret (semua pekerjaan buruk disebut), menjadi penjahat, lebih
baik seperti ini. Sekarang cari uang susah, katanya Jakarta ibukota
metropolitan, blablabla… *meminta-minta*
B = *diam*
A = Mbak, minta dong mbak. Receh juga boleh.
B = Nggak, mas. Maaf ya. *menyodorkan tangan, isyarat
menolak*
A = Jangan bohong mbak, masa dua rebu aja ga ada sih?
B = Nggak ada, mas. Maaf. *isyarat menolak lagi*
A = Minta dong, daripada gue ambil tasnya… *melirik tas saya
dan penumpang*
B = Maaf, nggak ada.
A = *meminta-minta ke penumpang lain, tapi tidak dapat
hasil* Halah, pada anjing semua!
NB = kata-kata si preman sebenarnya lebih kasar lagi.
Saat itu, penumpang-penumpang yang ada satu mikrolet dengan
saya, semuanya wanita. Tidak satupun yang memberi uang kepada mereka. Beberapa
dari mereka berani mencolek-colek dan menepuk lutut salah satu penumpang. Sang
supir pun hanya diam dan buang muka. Kami semua berpakaian sederhana dan tidak
menggunakan aksesoris berlebihan. Saya hanya mengenakan pakaian kerja, jaket, sepatu kotor, tas yang
kulitnya sudah mengelupas dan masker.
Bagaimana dan mengapa hal ini bisa terjadi? Bagaimana cara
menghentikan ini? Polisi yang biasanya mengatur lalu lintas di sana pun tidak
pernah terlihat lagi. Mereka tidak mungkin takut preman, kan?
Yang bisa saya lakukan selama ini hanyalah langkah-langkah berikut:
- Jangan berpakaian dan memakai aksesoris berlebihan, apalagi emas.Kalau sudah terlanjur pakai, sebisa mungkin sembunyikan dari penglihatan mereka. Hati-hati jika menggunakan rok, Anda tahu mereka bisa ‘iseng’.
- Sembunyikan tas Anda dan pegang erat-erat. Mereka bisa merebut dan kabur dengan cepat.
- Jangan menggunakan gadget sekecil apapun. Mereka bisa mencabut paksa earphone dari telinga Anda. Lancang, bukan? Coba kalau lagi main hp. Amit-amit…
- Demi alasan keamanan, cari angkutan yang agak ramai dan kalau bisa duduk di depan. Penumpang di depan biasanya agak dihiraukan. Kalau lebih suka duduk di belakang, ambil barisan yang juga diduduki penumpang lain (empat-enam tuh, ngerti kan?) Mereka bisa duduk di samping Anda. Tentu saja, lebih membahayakan, lebih menakutkan.
- Kontrol emosi, khususnya untuk para wanita. Melihat kelakuan seperti itu pasti membuat takut dan jantung deg-degan. Jangan tunjukkan ekspresi ketakutan! Mereka pintar dalam membaca ekspresi “lemah”. Cukup diam dan menolak. Tapi, untuk para pria, kalau berani melawan yang monggo, hehehe..
- The last but not least, berdoa.
Semoga
pengalaman ini bisa menjadi manfaat bagi Anda. Semoga tidak ada korban dari
kejadian tersebut.
Waspadalah,
waspadalah!